WASPADALAH !!! Biksu Rilis Video Pasukan Elit dan Kebal untuk balas dendam ke Aceh
Ancaman yang diteriakkan oleh seorang Biksu Myanmar akan melakukan aksi balas dendam ke Aceh, ternyata bukanlah HOAX dan gertakan saja. Baru-baru ini netizen dihebohkan dengan video yang memperlihatkan para pasukan elit ahli kungfu yang sedang berlatih dan mempertunjukkan keahliannya, dan akan segera dikirim ke Aceh.
Dalam video tersebut, terlihat ada tiga skill tenaga dalam yang dimiliki setiap personel, yaitu: kebal senjata, kebal bor listrik dan dapat melumpuhkan lawan sebanyak 10 orang dalam waktu 3 menit.
Segala jenis senjata yang terbuat dari besi tidak dapat menembus kulit. Hanya warna merah saja yang terlihat akibat terkena benda tajam. Begitu juga dengan aliran listrik, dalam skala tertentu, badan mereka akan tetap kebal dari sengatan listrik.
Biksu yang mendalangi pembantaian ratusan ribu muslim di Rohingya ini berjanji akan membalas perlakuan muslim di Aceh terhadap umat Buddha. Dikutip dari Aljazeera, Wirathu membanggakan pembunuhan massal yang telah dilakukan para pengikutnya.
“Para biksu sudah dibekali kemampuan militer. Kami tidak hanya akan mengusir umat muslim di Myanmar, tapi juga di Asia Tenggara ini. Agar kedamaian tercipta abadi,” ancamnya.
Biksu bernama lengkap Ashin Wirathu itu
menyebarkan kebencian ke tengah masyarakat Myanmar. Dia menanamkan ketakutan suatu saat kelompok Muslim minoritas akan menguasai negara yang dulu dikenal dengan nama Burma itu.
Biksu yang bertanggungjawab atas tewasnya ribuan muslim Rohingya ini mengancam akan menyerang Aceh dan nelayan Indonesia yang ketahuan berlayar di area mereka.
Sepuluh tahun lalu, publik belum pernah mendengar nama biksu dari Mandalay tersebut. Pria kelahiran 1968 itu putus sekolah pada usia 14 tahun. Setelah itu, dia memutuskan untuk menjadi biksu.
Nama Ashin Wirathu mencuat setelah dia terlibat dalam kelompok ekstremis antimuslim “969” pada 2001. Karena aksinya, pada 2003 dia dihukum 25 tahun penjara. Namun, pada 2010 dia sudah dibebaskan bersama dengan tahanan politik lainnya.
Di Aceh, sebagaimana diketahui bahwa Untuk pertama kalinya Qanun Jinayat atau peraturan daerah yang mengatur hukuman pidana di Aceh diterapkan terhadap penganut Buddha. Eksekusi hukum cambuk itu dilakukan Jumat, 10 Maret 2017, terhadap dua orang penganut Buddha yang dituduh terlibat judi sabung ayam.
Alem Suhadi, 57 tahun, dan Amel Akim, 60 tahun, adalah keturunan etnis Cina dan termasuk minoritas Buddha. Mereka dicambuk di depan puluhan pejabat lokal dan ratusan penduduk di Jantho, Kabupaten Aceh Besar, Aceh.
Kedua pria itu meringis karena menerima masing-masing sembilan dan tujuh cambukan di punggung mereka. Jumlah cambuk itu sudah dikurangi karena mereka telah ditahan lebih dari satu bulan sejak polisi menangkap mereka saat beradu ayam di Aceh Besar pada Januari 2017.
“Ketika mereka ditangkap, polisi menyita dua ekor ayam dan uang taruhan Rp 400 ribu,” kata jaksa Rivandi Aziz.
Biksu yang bertanggungjawab atas tewasnya ribuan muslim Rohingya ini mengancam akan menyerang Aceh dan nelayan Indonesia yang ketahuan berlayar di area mereka.
Sepuluh tahun lalu, publik belum pernah mendengar nama biksu dari Mandalay tersebut. Pria kelahiran 1968 itu putus sekolah pada usia 14 tahun. Setelah itu, dia memutuskan untuk menjadi biksu.
Nama Ashin Wirathu mencuat setelah dia terlibat dalam kelompok ekstremis antimuslim “969” pada 2001. Karena aksinya, pada 2003 dia dihukum 25 tahun penjara. Namun, pada 2010 dia sudah dibebaskan bersama dengan tahanan politik lainnya.
Di Aceh, sebagaimana diketahui bahwa Untuk pertama kalinya Qanun Jinayat atau peraturan daerah yang mengatur hukuman pidana di Aceh diterapkan terhadap penganut Buddha. Eksekusi hukum cambuk itu dilakukan Jumat, 10 Maret 2017, terhadap dua orang penganut Buddha yang dituduh terlibat judi sabung ayam.
Alem Suhadi, 57 tahun, dan Amel Akim, 60 tahun, adalah keturunan etnis Cina dan termasuk minoritas Buddha. Mereka dicambuk di depan puluhan pejabat lokal dan ratusan penduduk di Jantho, Kabupaten Aceh Besar, Aceh.
Kedua pria itu meringis karena menerima masing-masing sembilan dan tujuh cambukan di punggung mereka. Jumlah cambuk itu sudah dikurangi karena mereka telah ditahan lebih dari satu bulan sejak polisi menangkap mereka saat beradu ayam di Aceh Besar pada Januari 2017.
“Ketika mereka ditangkap, polisi menyita dua ekor ayam dan uang taruhan Rp 400 ribu,” kata jaksa Rivandi Aziz.