BUKA MATA !!! Meretas Benang Merah Antara Jokowi dan Aidit "Sang Tokoh KOMUNIS "
Dalam kunjungan resmi di Kecamatan Barus, Tapanuli Tengah, Sumatera Utara, untuk meresmikan Tugu Titik Nol Peradaban Islam Nusantara
Jumat 24 Maret 2017, Jokowi menegaskan agar persoalan agama dan politik harus dipisahkan.
Jokowi menilai mencampuradukkan agama dan politik bisa menyebabkan gesekan antar umat beragama. Namun sayang, gesekan ini, dimaknai Jokowi, terjadi dalam konteks yang sempit, yaitu konteks Pilkada. Padahal, jika benar terjadi gesekan antar umat beragama, ada lebih banyak lagi alasan ketimbang hanya sekedar unsur memilih seorang kepala Daerah.
Sekedar mengingatkan, seorang tokoh politik dari Partai Komunis Indonesia (PKI) Dipa Nusantara Aidit (DN Aidit), pernah menegaskan "Agama adalah candu... Maka Revolusi Mental tak akan pernah berhasil bila rakyat tak dijauhkan dari agama.".
Ada benang merah yang sama antara ucapan Jokowi dengan ucapan DN Aidit, seorang petinggi PKI.
Di awal kepemimpinan Jokowi, kita mengenal istilah "Revolusi Mental". Bahkan tak tanggung-tanggung ada sebuah Kementerian Koordinator yang diguyur miliyaran uang negara hanya untuk melaksanakan proyekRevolusi Mental.
Di tengah perjalanan kepemimpinan Jokowi, ada imbauan untuk memisahkan agama dari politik. Jika merujuk pada konteks yang dibicarakan Jokowi bahwa gesekan terjadi akibat Pilkada, maka jelas bahwa rakyat adalah bagian yang harus dipisahkan dari agama.
Dalam paham demokrasi, rakyat memegang kendali atas kekuasaan tertinggi politik. Maka jika ada upaya memisahkan agama dengan politik, sama artinya dengan menjauhkan rakyat dari agama.
Di sinilah terletak lagj kesamaan pemikiran Jokowi dan Aidit, setelah what so called "revolusi mental".
Upaya memisahkan agama dengan politik hanya karena urusan sepele sebatas pilkada, bisa jadi, bagi sebagian orang, dimaknai sebagai upaya melalaikan amanat UUD 1945 yang dengan tegas menyatakan bahwa Indonesia adalah negara berdasarkan agama. Jelas kiranya bahwa agama menjadi sendi kehidupan berbangsa dan bernegara.
Jika benar bahwa kepemimpinan Jokowi menginginkan sebuah perubahan mendasar dalam mengusung ideologi negara, tak berlebihan kiranya jika rakyat beragama mulai harus bersiap menghadapi perubahan ini.