[Breaking News] - AHOK Ini bukan saja penodaan terhadap Al Maidah 51 tetapi juga penodaan terhadap rukun iman tentang adanya surga dan neraka.SELESAIKAN !!!
Arab Saudi meminta kasus penistaan agama Islam oleh Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) cepat diselesaikan. “Harapan kita adalah masalah ini dapat diselesaikan antara umat Muslim dan pemerintah Indonesia demi menjaga stabilitas dan keamanan yang telah dinikmati selama ini,” kata Duta Besar Arab Saudi untuk Indonesia Osama bin Mohammed Abdullah Al Shuaibi di kantornya, di kawasan Kuningan, Jakarta, pada Selasa (28/2).
Kata Osama, Saudi siap membantu mengatasi masalah Indonesia jika pemerintah Presiden Joko Widodo memintanya. “Jika Indonesia meminta bantuan kepada pemerintah Arab Saudi untuk masalah-masalah ini, kita tidak akan menolaknya,” katanya. Selain itu, ia menegaskan, walaupun Arab Saudi meminta menyelesaikan kasus penistaan oleh Ahok, tetapi negaranya tidak mau mengurusinya urus dalam negeri.
Berkaitan dengan (kasus dugaan penistaan agama) itu, tentunya jadi urusan dalam negeri Indonesia dan kita tentu tidak akan menyinggung masalah itu,” kata Osama.
Sebagaimana diketahui dalam sidang terakhir bahwa saksi ahli MUI sebut ada tiga penodaan Agama di pidato Ahok. Dalam sidang ini Abdul Chair Ramadhan menyebutkan ada tiga unsur penodaan agama dalam pidato Ahok di Kepulauan Seribu.
Anggota Komisi Hukum Majelis Ulama Indonesia (MUI), yang menjadi saksi dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) itu menjelaskan kalimat Ahok, yang berbunyi "Dibohongi pakai Al-Maidah 51," merupakan bentuk perbuatan penodaan agama pertama di pidato Ahok.
Menurut dia, kalimat itu bermakna menyatakan bahwa ada kebohongan di dalam kewajiban memilih pemimpin muslim sebagaimana disebutkan dalam Surat Al Maidah ayat 51.
“Al Maidah itu bagian dari Al Quran dan Al Maidah itu adalah sumber kebenaran,” kata Chair dalam persidangan Ahok di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta, pada Selasa (28/2/2017) seperti dikutip Antara.
Sementara penodaan agama kedua yang diduga dilakukan oleh Ahok, menurut Chair, berkaitan dengan kalimatnya yang berbunyi, "Takut masuk neraka." Chair menuduh Ahok ingin mengatakan bahwa tidak ada ancaman masuk neraka saat mengucapkan kalimat itu.
“Ini bukan saja penodaan terhadap Al Maidah 51 tetapi juga penodaan terhadap rukun iman tentang adanya surga dan neraka," ujar dia.
Chair menambahkan penodaan agama ketiga di pidato Ahok saat berada di Kepulauan Seribu ialah saat ia berucap, "Jangan percaya sama orang".
“Orang ini bersifat umum. Orang yang dimaksudkan di sini bisa termasuk antara lain umat Islam secara umum, bisa lawan politik, bisa alim ulama atau ustadz. Tetapi dalam rumusan delik, kata-kata, jangan percaya sama orang, berarti di sini ada kebencian terhadap orang,” ujar Chair.
Meskipun demikian, Chair meyakini Ahok kalimat Ahok tersebut bermaksud menunjuk para pemuka agama Islam.
"Nah kalau berbicara kebencian terhadap orang bukan terhadap agama, kebenciannya lebih masuk terhadap Pasal 156 KUHP karena ditujukan golongan tertuduh, Tetapi karena ada kata-kata, dibohongi pakai Al Maidah, orang yang dimaksud sudah pasti pemuka agama dalam hal ini alim ulama bahkan juga termasuk juga seluruh umat Islam," kata Chair.
Dia menyimpulkan dengan mengucapkan kalimat ini Ahok telah melanggar Pasal 156a huruf a KUHP. Menurut Pasal 156a KUHP, pidana penjara selama-lamanya lima tahun dikenakan kepada siapa saja yang dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia.
Dalam sidang Ahok ke-12 pada Selasa (28/2), Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan dua ahli, yakni pemimpin Front Pembela Islan (FPI) Rizieq Shihab dan Abdul Chair Ramadhan.
Namun, dua ahli yang dipanggil itu ditolak oleh tim kuasa hukum Ahok. Meskipun mendapat penolakan, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara tetap memutuskan memperbolehkan dua ahli itu untuk memberikan keterangannya dalam persidangan.
Di sidang ini, Ahok dikenakan dakwaan alternatif yakni Pasal 156a dengan ancaman 5 tahun penjara dan Pasal 156 KUHP dengan ancaman 4 tahun penjara.