MENYEDIHKAN !!! Dukungan Jokowi ke Ahok Begitu Nyata dan Menyakitkan Rakyat.Mari Bagikan...
Netralitas yang kerap digembar-gemborkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan pihak Istana Kepresidenan terkait pelaksanaan Pilgub DKI Jakarta 2017, ternyata dinilai cuma lips service.
“Pernyataan ataupun bantahan yang dilakukan Presiden Jokowi dan pihak Istana Kepresidenan yang mengatakan tidak terlibat dukung-mendukung dalam Pilgub DKI Jakarta hanya sebuah ketidakjujuran yang menyakiti mayoritas publik,” kata Koordinator Komite Pemantau dan Pemberdayaan Parlemen Indonesia (KP3I), Tom Pasaribu melalui siaran elektroniknya, Minggu (19/2/2017).
Tom mengungkapkan, keberpihakan Jokowi terhadap Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang sedang ikut bertarung dalam Pilgub DKI, terlihat sangat mencolok.
Salah satu indikasi keberpihakan Jokowi, menurut Tom, yakni tidak dicopotnya Ahok dari jabatan gubernur DKI. Padahal amanat Pasal 83 UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, setiap kepala daerah yang berstatus terdakwa harus diberhentikan sementara.
Diketahui Ahok merupakan terdakwa kasus dugaan penodaan agama yang sidangnya tengah digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Utara.
“Indikasi keberpihakan Jokowi lainnya adalah, pembiaran kegaduhan yang diciptakan Ahok dan pemerintah sebelum pencoblosan 15 Februari,” ujar Tom.
Hal lainnya terkait tidak netralnya Jokowi adalah, pasangan Ahok-Djarot yang sukses mendulang kemenangan mutlak dari dua pasangan pesaingnya, di TPS-TPS yang berlokasi di komplek-komplek perumahan pemerintahan.
“Begitu banyaknya yang dapat dilihat dengan kasat mata sikap dukungan yang diberikan, berpotensi memperkeruh situasi politik yang sudah memanas,” terang Tom.
Tom juga mengingatkan bahwa Presiden Jokowi saat dilantik telah bersumpah yang diantarannya akan menjalankan undang-undang dan peraturan yang berlaku.
“Presiden harus menyadari bahwa alam punya kekuatan. Lihat saja setelah pencoblosan, sebagian Jakarta dilanda banjir karena tidak sesuai ucapan dan perbuatan. Jangan kita korbankan seluruh rakyat hanya karena kepentingan sesaat,” papar Tom.
Tom menambahkan, paling banter jabatan presiden atau gubernur selama 10 tahun.
“Ingatlah posisi setelah tidak menjabat presiden dan gubernur, mereka kembali lagi jadi rakyat biasa. Saat menjabat manfaatkan jabatannya dengan baik untuk yang baik biar kalau sudah pensiun tidak menderita lagi,” pungkas Tom. (Teropong Senayan/icl)